Jumat, 13 Juli 2012
1.
Selaku
konselor profesional harus memiliki kesadaran dalam melakukan pekerjaan dengan
menampilkan keutuhan pribadi seorang konselor
Seorang konselor dalam menjalankan tugasnya harus dalam
keadaan sadar dan menampilkan kepribadian yang sesuai dengan
keprofesonalitasnya. Syarat petugas bimbingan, dalam hal ini adalah seorang
konselor di sekolah diantaranya adalah sifat kepribadian konselor. Seorang
konselor harus memiliki kepribadian yang baik. Kepribadian konselor sangat
berperan dalam usaha membantu siswa untuk tumbuh. Banyak penelitian telah
dilakukan oleh sejumlah ahli tentang ciri-ciri khusus yang dibutuhkan oleh
seorang konselor. Sifat-sifat kepribadian konselor diantaranya:
a.
Konselor
adalah pribadi yang intelegen, memiliki kemampuan berpikir verbal dan
kuantitatif, bernalar dan mampu memecahkan masalah secara logis dan persetif.
b.
Konselor
menunjukkan minat kerja sama dengan orang lain, di samping seorang ilmuwan yang
dapat memberikan pertimbangan dan menggunakan ilmu pengetahuan mengenai tingkah
laku individual dan social.
c.
Konselor
menampilkan kepribadian yang dapat menerima dirinya dan tidak akan menggunakan
kliennya untuk kepuasan kebutuhan pribadinya melebihi batas yang ditentukan
oleh kode etik profesionalnya.
d.
Konselor
memiliki nilai-nilai yang diakui kebenarannya sebab nilai-nilai ini akan
mempengaruhi perilakunya dalam situasi konseling dan tingkah lakunya secara
umum.
e.
Konselor
menunjukkan sifat yang penuh toleransi terhadap masalah-masalah yang mendua dan
ia memiliki kemampuan untuk menghadapi hal-hal yang kurang menentu tersebut
tanpa terganggu profesinya dan aspek kehidupan pribadinya.
f.
Konselor
cukup luwes untuk memahami dan memperlakukan secara psikologis tanpa
tekanan-tekanan sosial untuk memaksa klien menyesuaikan dirinya.
g.
Komunikasi.
Situasi konseling menuntut reaksi yang adekuat dari pihak konselor, yaitu konselor
harus dapat bereaksi sesuai dengan perasaan dan pengalaman konseli. Bentuk
reaksi ini sangat diperlukan oleh konseli karena dapat membantu konseli melihat
perasaanya sendiri.
2.
Kepribadian
konselor yang menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagai
berikut, memiliki kemampuan:
a. Membedakan perilaku yang
menggambarkan pandangan positif
Konselor harus bisa membedakan
perilaku klien yang dimana perilaku klien tersebut merupakan sebuah pandangan
atau persepsi klien yang bisa diorientasikan sebagai pandangan yang positif.
Pandangan positif ini bisa berwujud seperti persepsi-persepsinya konseli
mengenai dunia politik, pendidikan, situasi sosial,bencana yang ada di
indonesia, dan sebagainya.
Dalam menghadapi konseli yang
semacam ini, yaitu konseli yang memandang dunia dengan gambaran pandangan yang
positif, konselor harus mampu mengendalikan suasana dan diharapkan mampu
memahami apa yang dipikirkan oleh konselinya sehingga proses konseling akan
berjalan dengan lancar tanpa ada satu pun kesalah pahaman yang terjadi.
Contoh: jujun sedang berkonseling dengan pak
Indra. Jujun adalah salah satu korban meletusnya gunung merapi. Rumahnya
terkena abu tebal dan sekarang masih belum bisa ditempati. Berkat bantuan
pemerintah yang mendirikan tenda-tenda darurat ia masih bisa hidup dan memiliki
tempat tinggal untuk sementara meskipun tempatnya berdesak-desakkan dengan
pengungsu yang lain. Menurutnya ia masih beruntung karena ia masih bisa hidup
meskipun hidup di pengungsian, ia tidak harus tinggal dirumahnya yang masih
termasuk dalam zona berbahaya. Dari pernyataan jujun tersebut, pak indra bisa
tau bahwa ia berpandangan positif terhadap apa yang ia rasakan dan mengambil
sisi positif dari apa yang ia alami.
b. Membedakan perilaku yang
menggambarkan pandangan negatif
Seorang konselor dituntut untuk bisa
mengerti dan memahami kondisi psikologis konseli, memahami disini bisa
diartikan bahwa seorang konselor mampu membedakan pandangan-pangdangan yang
diungkapkan konselinya mengenai dunia luar maupun pandangan-pandangannya
terhadap dirinya sendiri.
Konselor diharapkan mampu membedakan
pandangan-pandangan konseli mana yang negatif dan mana pandangan yang positif.
Sehingga nantinya dalam penanganan terhadap konseli akan lebih efektiv dan
berhasil guna.
Contoh: yuanita adalah seorang siswa kelas XII
di SMA ksatrian semarang, ia sedang mengalami dilema sehingga ia memutuskan
datang kepada konselor di sekolahnya. Ketika bertemu dengan pak heru selaku
konselor, ia tanpa basa-basi langsung mengoceh tentang keputusan sepihak orang
tuanya yang akan dinas keluar kota bersama dan menitipkan yuanita di tempat
bibinya. Namun yuanita kurang setuju dengan keputusan orang tuanya tersebut,
menurutnya ia masih bisa tinggal sendiri dirumah karena ia sudah bisa melakukan
senua pekerjaan rumah tangga dan tidak perlu dititipkan di tempat bibinya. Ia
merasa sangat kesal sampai mengumpat-ngumpat di depan pak heru. Pak heru
mengerti bahwa yuanita memandang persoalan yang dialaminya dari segi
negatifnya. Lalu kemudian pak heru menenangkan yuanita yang sedang berapi-api dan
merespon keluhan-keluhan yuanita.
c. Membedakan individu yang berpotensi
dalam layanan bimbingan dan konseling
Konselor harus mampu membedakan mana
konseli yang berpotensi dan mana konseli yang kurang menunjukkan adanya potensi
diri. Pengetahuan tentang hal ini bisa membantu konselor dalam menjalankan
tugasnya. Dalam elayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin seorang konselor
memberikan perlakuan yang sama antara semua konselinya tanpa memperhatikan
kondisi psikologis maupun kondisi-kondisi lain yang dimiliki oleh konselinya.
Menangani konseli yang memiliki potensi yang tinggi hendaknya berbeda apabila
dibandingkan dengan menangani konseli yang memiliki tingkat potensi diri yang
lebih rendah. Hal ini tentu saja bukan dengan maksud membeda-bedakan atau pilih
kasih terhadap konseli, namun demi keefektifan jalannya proses konseli sendiri.
Contoh: pada hari selasa bu ninik selaku
konselor sekolah menerima klien yang dimana ia merupakan salah seorang dari
tiga besar di kelasnya, ia mengungkapkan permasalahan yang sedang dialaminya
kepada bu ninik. Keesokan harinya bu ninik juga kedatangan klien yang berasal
dari kelas yang sama dengan klien yang sebelumnya, namun ia dalam prestasi
belajar merupakan termasuk yang mendapat ranking rendah. Klien yang ini juga mengungkapkan
problema-problema yang dihadapinya kepada bu ninik. Dari kasus dua konseling
yang berbeda ini, maka bu ninik dapat mengetahui kemampuan berpikir, cara
pandang, prestasi belajar, dan hal-hal yang lainnya yang berbeda antara klien
yang pertama dana klien yang ke dua. Bu ninik juga mampu membedakan potensi
yang dimiliki masing-masing kliennya.
3.
Konselor
yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia antara lain memiliki
kemampuan:
a. Menerapkan perbedaan budaya yang
berperspektif gender dalam pelayanan bimbingan dan konseling
Dalam memberikan pelayanan bimbingan
dan konseling, seeorang harus memperhatikan banyak aspek demi kelancaran dan
kelangsungan jalannya konseling. Aspek tersebut diantaranya adalah perbedaan
gender. Perbedaan gender melahirkan gender pria dan gender wanita.
Masing-masing jenis gender ini memiliki karakteristik psikologis dan fisiologis
yang berbeda. Oleh karenanya konselor harus cermat dalam melakukan hal-hal
seperti respon terhadap pembicaraan konseli, saran yang akan diberikan, dan
hal-hal lain yang berkaitan dengan perbedaan karakteristik gender tersebut.
Dengan pengetahuan tentang perbedaan
gender yang sudah dimiliki oleh konselor, maka ia akan melaksanakan tugasnya
dengan lebih baik. Ia juga tidak akan kaget apabila melihat reaksi-reaksi
konseli yang berbeda dengan gender diri konselor. Mengetahui tentang
perkembangan psikologis masing-masing gender akan sangat bermanfaat bagi
pekerjaan konselor dalam menangani berbagai macam karakteristik konseli yang
berbeda-beda.
Contoh: ratna sedang mengalami masalah
percintaan dengan pacarnya, randi, ketika ia seusai bertengkar hebat dengan
randi ratna sudah tidak tahan dan ia memutuskan untuk datang ke guru BK atau
konselor yang ada di sekolahnya, pak wawan. Ia terburu-buru datang ke ruang BK
sambil menahan tangis serta emosi yang dirasakannya. Ia menceritakan semua
kejadian yang membuat ia merasa emosi tersebut kepada konselor. Pada saat si
ratna sudah selesai dan keluar dari ruang BK, randi juga memutuskan untuk curhat
kepada konselor tentang permasalahannya dengan ratna, namun berbeda dengan
ratna yang datang sambil emosi dan menangis, si randi datang dengan tenang dan
dengan santai bercerita. Dalam dua kasus tersebut, pak wawan mampu memberikan
perlakuan yang berbeda karena memang keduanya berbeda gender dan berbeda
situasi.
b. Menerapkan perbedaan budaya yang
berperspektif hak asasi manusia dalam pelayanan bimbingan dan konseling
Memiliki pengetahuan mengenai hak
asasi manusia akan sangan bermanfaat bagi konselor dalam menjalani tugasnya
selaku konselor. Dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling akan sangat
berguna apabila konselor mengerti dan memahami tentang hak asasi manusia dan
kemudian diterapkan pada saat proses konseling.
Contoh: pak tono adalah konselor sekolah
yang beraga hindu. Tidak jarang ia mengkonseling klien yang beragama berbeda
dengan agama yang dianut oleh dirinya. Karena pak tono sudah paham bahwa
sebagai seorang konselor harus menjunjung tinggi harkat dan martabatkliennya,
maka ia sudah pasti tidak berdakwah dan mengajak kliennya menganut agama yang
dianutnya pada saat proses konselig berlangsung.
c. Menerapkan perbedaan responsif
perbedaan budaya konselor dengan konseli dalam pelayanan bimbingan dan
konseling
Konselor harus respek terhadap
keadaan apa saja yang terjadi pada saat proses konseling. Konseli yang datang
kepada konselor tidak menutup kemungkinan berasal dari berbagai latar belakang
dan budaya yang berbeda dengan konselor. Dalam kaitannya dengan perbedaan
budaya antara konselor dengan konselinya, maka akan sangat bijak bila konselor
memberikan respon yang responsif terhadap konseli yang berbeda budaya. Tindakan
keresponsifan ini akan membantu konselor memahamii konseli lebih dalam sehingga
tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kesalahpahaman perspektif
atau pandangan antara yang diungkapkan konselor maupun yang diungkapkan
konseli.
Contoh: pada saat konseling berlangsung,
konselor menggunakan kata “kendhel” kepada kliennya karena ia merasa bahwa
kliennya tersebut adalah anak yang rajin belajar dan rajin beribadah, namun si
klien berbeda makna dalam menangkap arti kata “kendhel” yang diucapkan oleh
konselor, ia mengartikan kata “kendhel” dengan makna kuat, karena di desa
tempat ia tinggal maknanya memang seperti itu. Maka si klien kaget dan protes
kepada konselor. Dari sini konselor mengetahui kesalahpahaman ini dan secara
responsif kemudian tidak lagi menggunakan istilah bahasa jawa yang maknanya
rancu dalam konseling tersebut supaya perbedaan makna kata yang demikian tidak
terjadi lagi.
4.
Konselor
yang menunjukkan integritas kepribadian yang kuat adalah ditunjukkan dala
kepribadian antara lain memiliki kemampuan:
a. Menerapkan toleran terhadap stres
yang dialami konseli
Konselor menunjukkan sifat yang penuh
toleransi terhadap masalah-masalah yang dialami oleh konselinya.
Masalah-masalah seperti stres yang dimiliki oleh konselinya hendaknya mampu
konselor atasi dengan baik dan ia memiliki kemampuan untuk menghadapi hal-hal
yang kurang menentu tersebut tanpa terganggu profesinya dan aspek kehidupan
pribadinya.
Contoh: bu andya pada suatu hari
menerima klien yang sedang stres berat karena ia menjadi korban penindasan yang
dilakukan teman-teman sekelasnya. Penindasan ini tidak sekedar hanya di
mai-maki atau di suruh-suruh, namun juga sampai melakukan tindak kekerasan.
Klien ini menceritakan semua kekesalan yang ia rasakan kepada bu andya. Bahwa
meskipun ia tidak mau disuruh-suruh namun ia tidak mempunyai cukup keberanian
untuk mengungkapkannya dan selalu pasrah menerima penindasan-penindasan yang
dilakukan teman-teman sekelasnya. Dalam masalah ini, bu andya mentolerir stres
yang dihadapi oleh si klien dengan tidak memprotes terhadap apa yang dirasakan
kliennya. Namun ia justru memberi semangat dan motivasi agar supaya kliennya
menjadi lebih berani mengungkapkan pendapatnya dan dapat menyelesaikan
problemanya dengan teman-teman kelasnya itu dengan baik.
b. Mengantisipasi berbagai tekanan yang
menimpa diri
Sebagai seorang yang memiliki
keutuhan atau integritas kepribadian yang kuat, wajar bila seorang konselor
mampu melakukan antisipasi terhadap tekanan-tekanan yang menimpa diri konselor
sendiri. Tekanan-tekanan ini bisa jadi disebabkan oleh hal yang diluar dugaan
dan bisa datang kapan saja tanpa pemberitahuan, oleh karenanya sseorang
konselor harus mampu melakukan antisipasi diri terhadap tekanan yang muncul.
Bila tekanan yang seperti ini sudah muncul dan konselor kurang mampu
mengatasinya, maka bila dibawa pada konseling akan mengganggu mekanisme
konseling dikarenakan ketidaksiapan pribadi konselor dalam melaksanakan
tuganya.
Contoh: pak joko adalah seorang konselor di
SMP garuda di semarang, sebagai seorang tidak jarang juga mempunyai
masalah-masalah yang dapat menekan dirinya. Pada suatu ketika ia di jadikan sebagai
petugas penghukum siswa yang telat masuk sekolah maupun yang melanggar
peraturan sekolah. Dalam hal ini pak joko tau bahwa tugas tersebut bukanlah
wewenang pak joko sebagai konselor. Merasa mendapat tekanan dari kepala sekolah
lalu ia memutuskan untuk mendengarkan musik guna menenangkan suasana hatinya,
karena ia tau bahwa pikirannya yang tidak tenang tersebut akan mengganggu
tugasnya sebagai konselor sekolah.
c. Melakukan coping terhadap berbagai
tekanan yang menimpa diri
Copng merupakan salah satu upaya
atau metode yan dilakukan konselor agar konselor mampu menyesuaikan dan
mengatasi berbagai macam permasalahan sesuai dengan keadaan dan situasi yang
terjadi. Hendaknya konseling ini menerapkan metode coping pada saat ia
berhadapan dengan klien dan bisa juga diterapkan konselor pada keadaan yang
menimpa dirinya sendiri. Metode ini sangat berguna bagi konselor pada saat ia
menjalankan tugasnya karena ia mampu mengatasi berbagai macam keadaan yang ia
hadapi.
Contoh: septi sering sekali terlambat masuk
sekolah, hampir setiap hari ia terlambat sekolah. Ia sering menerima hukuman
dari petugas kedisiplinan karena keterlambatannya tersebut. Karena masalahnya
tesebut, ia lalu dipanggil guru BK guna menanyai sebab penyebab yan
menjadikannya sering terlambat sekolah. Setelah dijelaskan oleh septi, lalu
konselor tahu alasan mengapa septi sering terlambat masuk sekolah, ternyata
angkutan yang biasanya mengantarkan ia dari kampungnya ke terminal sekarang
sudah tidan beroperasi lagi, sehingga ia harus berjalan kaki pergi keterminal.
Dalam kasus ini, konselor telah tepat menggunakan coping dalam menghadapi
permasalahan kliennya.
5.
Konselor
yang mnunjukkan integritas kepribadian yang kuat adalah ditunjukkan dalam
kepribadian antara lain memiliki kemampuan:
a. Menampilkan kepribadian dan perilaku
seperti berwibawa, jujur, sabar, ramah, dan konsisten
Kepribadian konselor merupakan titik
tumpu yang berfungsi sebagai penyeimbang antara pengetahuan mengenai dinamika
perilaku dan keterampilan terapeutik. Ketika titik tumpu ini kuat, pengetahuan
dan keterampilan bekerja secara seimbang dengan kepribadian yang berpengaruh
pada perubahan perilaku positif dalam konseling.
Menampilkan keppribadian yang
mencerminkan sifat-sifat berbudi dan luhur ini hendaknya bisa konselor terapkan
dalam tugasnya saat proses konseling, saat berada di lingkungan kerja, maupun
di kehidupan sehari-hari konselor itu sendiri. Dengan demikian konselor akan
dikatakan mampu membangun keutuhan kepribadian konselor yang sesungguhnya.
Contoh: riska adalah seorang siswa SMA
raflesia kelas X, ia mempunyai perangai yang temperamen dan emosional. Saat
berkonseling ia terlihat tergesa-gesa dan bersikap menantang kepada konselornya
mengenai permasalahan tempat bimbingan belajar yang bagus dan berkualitas. Dalam
keadaan demikian, pak jin selaku konselor sekolah dengan sabar dan ramah
menghadapi riska tanpa melawan riska dengan perangai yang serupa. Pak jin juga
bisa menampilkan kewibawaan dan kejujurannya kepada riska dengan mengatakan
informasi-informasi yang ditanyakan riska kepadanya.
b. Menampilkan kepribadian dan perilaku
dalam menampilkan emosi yang stabil dengan mengontrol emosi diri secara tepat
Konselor juga perlu membangun
kehidupan emosional yang sehat. Artinya, konselor mempunyai relasi yang baik
dengan orang lain, konselor belajar untuk menyelesaikan masalah-masalah
konselor sendiri. Kalau emosi konselor tidak sehat, bisa-bisa klien jadi
sasaran.
Bagaimana membangun emosi yang
sehat? Syarat utamanya adalah seorang konselor sudah lebih dahulu dikonseling.
Konselor dikonseling selama bertahun-tahun, supaya konselor siap. Kalau tidak
sehat secara emosi, konselor bisa collaps. Akhirnya proses konseling
merupakan campur-adukan emosi, antara emosi klien dan emosi konselor. konselor
harus memilah antara emosi klien dan emosi konselor. Kemarahan klien bisa-bisa
menjadi kemarahan konselor. Selain pernah dikonseling, konselor juga perlu
membangun kebutuhan fisiknya. Hal ini perlu supaya konselor bisa konsentrasi,
dan tidak mengantuk.
Konselor juga diwajibkan mampu
mengontrol emosi bila sedang berhadapan dengan konselinya. Tidak seharusnya
seorang konselor akan merasa terprovokasi mendengarkan pendapat dan ocehan
konselinya, oleh karenanya seorang konselor harus berlatih mengontrol emosi
demi keprofesionalitas dalam pekerjaannya.
Contoh: pada saat jam kebersihan di sekolah
SMA mukoharjo semarang, amelia datang ketempat konselor untuk mengungkapkan
kecemasannya terhadap hasil ujian masuk perguruan tinggi. Dalam keadaan cemas
tersebut. Namun ia masih sempat mengata-ngatai teman-teman yang mengikuti ujian
yang sama dengan petra. Ia mengatakan bahwa ia lebih pintar dari
teman-temannya, namun ia masih kurang percaya diri akan hasil ujiannya nanti.
Kendati demikian, ia masih saja suka mencela temanya dengan mengatai mereka
bodoh, goblok, dan tolol. Dalam kasus tersebut, konselor sama sekali tidak
terpicu emosinya dengan omongan pedas petra, ia masih bisa mengontrol emosinya
sendiri sehingga tidak mudah terpancing dan tersulut, sehingga ia mampu
menghadapi petra yang demikian, dan memberikan petra penguatan bahwa ia tidak
perlu cemas terhadap hasil ujian nanti.
c. Menampilkan kepribadian dan perilaku
dengan merespon empati secara tepat
Empati adalah kemampuan sesorang
untuk merasakan secara tepat apa yang dirasakan dan dialami oleh orang lain dan
mengkomunikasikan persepsinya. Orang yang memiliki tingkat empati tinggi akan
menampakkan sifat bantuannya yang nyata dan berarti dalam hubungannya dengan
orang lain, sementara mereka yang rendah tingkat empatinya menunjukkan sifat
yang secara nyata dan berarti merusak hubungan antarpribadi.
Merespon konseli yang sedang
menunjukkan atau meluapkan emosinya ketika konseling, konselor bisa menggunakan
empati. Dalam menggunakan empati sebagai respon kepada konseli, hendaknya tidak
berlebihan, dan diunjukkan dengan porsi yang tepat sesuai kebutuhan, agar
jalannya proses konseling tidak terganggu.
Contoh: bu ineke selaku guru BK di SMA
negeri 1 subah, tiba-tiba kedatangan konseli yang datang dengan senyum yang
tersemat di wajahnya. Priska namanya, ia terlihat begitu gembira karena baru
saja mendapat hadiah kado ulang tahun berupa gaun mahal dari perancis. Ia
begitu antusias bercerita tentang kegembiraannya tersebut kepada bu ineke. Bu
ineke pun ikut merasa bahagia terhadap priska, namun ia tidak kelewatan batas dalam
menampilkan empati kegembiraannya tersebut dengan tertawa terbahak-bahak atau
terlalu kencang dalam menjerit. Ia menampilkan empati seperlunya.
6.
Konselor
yang emiliki kesadaran terhadap komitmen profesional antara lain emiliki
kemampuan:
a. Dapat menjelaskan dan mengelola
kekuatan dan keterbatasan pribadi dan profesional
Seorang konselor pada dasarnya sama
seperti manusia pada umumnya. Yang membedakan seorang konselor dengan manusia
yang pada umumnya adlah profesi yang digelutinya. Profesi yang digeluti adalah
konseling yang bertrayek pada area konseling. Meskipun seorang konselor
memiliki keahlian yang lebih diantaranya manusia yang lainnya, namun konselor
juga manusia biasa yang memiliki kekurangan-kekurangan ynag wajar. Dengan
mengetahui apa yang menjadi keterbatasan dan kekurangan diri konselor, maka
hendaknya ia termotivasi untuk lebih meningkatkan dan mengelola kekuatan atau
kelebihan yang dimilikinya secara maksimal demi keprofesionalitas dalam
menjalankan tugasnya sebagai konselor.
Contoh: pada hari sabtu pada jam pelajaran
pertama, adalah jam pelajaran BK dikelas X SMA 17 semarang, di kelas tersebut,
konselor mengenalkan kepada siswa tentang apa itu BK dan apa yang bisa siswa
lakukan kepada konselor. Ia menjelaskan apa saja yang menjadi kewenangan
konselor dan apa yang bukan yang menjadi kewenangan konselor. Pada saat
menjelaskan materi tersebut, si konselor menunjukkan kepribadiannya yang utuh
kepada siswanya.
b. Dapat menyelenggarakan pelayanan
bimbingan dan konseling sesuai dengan kewenangan profesional konselor
Konselor yang profesional selayaknya
mampu mematuhi komitmen profesional yang ia miliki. Dengan komitmen tersebut,
menunjukkan bahwa ia akan melaksanakan tugasnya sebagai konselor semampu yang
ia bisa lakukan dan sesuai dengan kewenangan yang ia miliki sebagai konselor
yang profesional. Apabila ia melaksanakan konseling dengan konseli yang diluar
kewenangannya, maka ia sudah melanggar kode etik konselor dan sudah bersikap
tidak profesional. Oleh sebab itu, seorang konselor harus berhati-hati dalam
menjalankan tugasnya, jangan samapi terlewat batas-batas yang sudah ditetapkan.
Contoh: bu saras adalah seorang konselor
yang bekerja di SMP karang turi semarang, ketika itu ia kedatangan seorang
klien yang sedang dilanda kebingungan antara akan melanjutkan ke SMA negeri
atau SMA swasta. Di lain pihak, orang tuanya menginginkan dia untuk bersekolah
di SMA swasta karena lebih berkualitas dan mahal. Namun dilain pihak, ia ingin
melanjutkan bersekolah di SMA negeri. Bu saras tidak memberikan solusi pilihan
untuk bersekolah di salah satu sekolah, karena itu bukan merupakan kewenangan
konselor untuk memutuskan pilihan klien, namun bu saras hanya menanyakan kepada
klien, mana yang menurutnya paling baik, dan ia juga menjelaskan bahwa semua
pilihan yang ia pilih sudah tentu ada konsekuensinya.
c. Berupaya meningkatkan kopetensi
akademik dan profesional diri
Atas dasar konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor
dimaksud, sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi akademik dan kompetensi
profesional sebagai satu keutuhan. Kompetensi akademik merupakan landasan
ilmiah (scientific basic) dan kiat (arts) pelaksanaan layanan
profesional bimbingan dan konseling. Landasan ilmiah inilah yang merupakan
khasanah pengetahuan dan keterampilan yang digunakan oleh konselor (enabling
competencies) untuk mengenal secara mendalam dari berbagai segi kepribadian
konseli yang dilayani, seperti dari sudut pandang filosofis, pedagogis,
psikologis, antropologis, dan sosiologis. Landasan-landasan tersebut
dipergunakan untuk mengembangkan berbagai program, sarana dan prosedur yang
diperlukan untuk menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling, baik yang
berkembang dari hasil-hasil penelitian maupun dari pencermatan terhadap praksis
di bidang bimbingan dan konseling termasuk di Indonesia, sepanjang
perkembangannya sebagai bidang pelayanan profesional.
Kompetensi Akademik calon konselor meliputi kemampuan (a)
memahami konseli yang hendak dilayani, (b) menguasai khasanah teoretik,
konteks, asas, dan prosedur serta sarana yang digunakan dalam penyelenggaraan
pelayanan bimbingan dan konseling, (c) menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan
konseling yang memandirikan, dan (d) mengembangkan profesionalitas sebagai
konselor secara berkelanjutan yang dilandasi sikap, nilai, dan kecenderungan
pribadi yang mendukung. Pembentukan kompetensi akademik calon konselor ini
dilakukan melalui proses pendidikan formal jenjang S-1 dalam bidang bimbingan
dan konseling, yang bermuara pada penganugerahan ijazah akademik Sarjana
Pendidikan dalam bidang bimbingan dan konseling, dengan gelar akademik
disingkat S.Pd.
Kompetensi profesional yang utuh merupakan penguasaan kiat
penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang memandirikan, yang ditumbuhkan
serta diasah melalui latihan menerapkan kompetensi akademik yang telah
diperoleh melalui pendidikan akademik yang telah disebutkan, melalui latihan
yang relatif lama serta beragam situasinya dalam konteks otentik di lapangan
yang dikemas sebagai Pendidikan Profesional Konselor, di bawah penyeliaan
konselor senior yang bertindak sebagai pembimbing atau mentor. Keberhasilan
menempuh dengan baik program Pendidikan Profesi Konselor (PPK) ini bermuara
pada penganugerahan sertifikat profesi bimbingan dan konseling yang dinamakan
Sertifikat Konselor, dengan gelar profesi Konselor, disingkat Kons. Oleh
karena itu, kedua jenis kemampuan yaitu kemampuan akademik dan kiat
profesional, adalah ibarat 2 sisi yang dapat dibedakan namun tidak dapat
dipisahkan.
Seorang guru pembimbing atau
konselor profesional selayaknya memiliki pendidikan profesi, yaitu jurusan
bimbingan konseling Strata Satu (S1), S2 maupun S3. Atau sekurang-kurannya
pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan tentang bimbingan dan konseling.
Seorang guru pembimbing atau
konselor nonprofessional yakni alumni fakultas keguruan atau tarbiyah dapat
diangkat menjadi seorang konselor profesional, tetapi harus mengikuti terlebih
dahulu pendidikan tambahan (pendididkan profesi) dalam bidang bimbingan dan
konseling.
Syarat pendidikan berkenaan dengan
keilmuan yang dimiliki oleh guru pembimbing atau konselor. Konselor tidak saja
harus memiliki ilmu bimbingan dan konseling, tetapi juga harus memiliki
pengetahuan psikologi, bimbingan, dan konseling keterampilan komunikasi sosial
dan konseling.
Seorang pembimbing harus memiliki
kemampuan (kompetensi). konselor dituntut untuk memiliki berbagai keterampilan
melaksanakan konseling. Guru pembimbing atau konselor harus mampu mengetahui
dan memahami secara mendalam sifat-sifat seseorang, daya kekuatan pada diri
seseorang, merasakan kekuatan jiwa apakah yang mendorong seseorang berbuat dan
mendiagnosis berbagai persoalan siswa, selanjutnya mengembangkan potensi
individu secara positif. Keprofesionalitas konselor diantaranya dapat
ditunjukkan dengan hal-hal tersebut diatas.
Contoh: pak budi adalah seorang konselor
baru di SMA Karangturi semarang, ia baru saja menempuh pendidikan strata 1
jurusan bimbingan dan konseling. Ketika menghadapi klien, ia sadar bahwa ia
masih belum cukup pengalaman dan pengetahuan tentang tugasnya tersebut. Melihat
klien-klien nya ia lalu merasa termotivasi untuk melanjutkan pendidikan profesi
konselor guna meningkatkan syarat akademisi seorang konselor yang profesional.
Ia juga berupaya mengembangkan kepribadiannya menjadi lebih penyabar, penuh
perhatian, mengembangkan rasa empati, jujur, berkharisma, berwibawa, dan
sebagainya demi menunjang keprofesionalitas dalam pekerjaannya sebagai
konselor.
7.
Komitmen
profesional konselor terhadap komitmen etika profesional antara lain meiliki
kemampuan:
a. Melaksanakan referal sesuai dengan
keperluan
Konselor yang tidak mampu
menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas
suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada
pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari
orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing
dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain.
Konselor wajib mengakhiri hubungan konseling dengan klien bila dia menyadari
tidak dapat memberikan bantuan pada klien. Bila pengiriman ke ahli disetujui
klien, maka menjadi tanggung jawab konselor menyarankan kepada klien dengan
bantuan konselor untuk berkonsultasi kepada orang atau badan yang punya
keahlian yang relevan. Bila Konselor berpendapat bahwa klien perlu dikirm ke
ahli lain, namun klien menolak pergi melakukannya, maka konselor
mempertimbangkan apa baik dan buruknya.
Konselor harus bersedia merujuk
konselor lain untuk klien apabila ia merasa tidak mampu menangani seorang klien
yang datang kepadanya. Sebagai konselor, kita dituntut untuk mampu bersikap
demikian. Seorang konselor tidak bisa menangani konselinya karena beberapa
alasan, misalnya jika kasusnya atau akibatnya bisa menimbulkan sesuatu yang
tidak baik (misalnya pada kasus-kasus histeria), atau kita merasa bahwa dia
akan lebih baik ditangani seorang konselor wanita, dan sebagainya.
Dengan keahlian yang ada, kita bisa
melihat bahwa klien ini sebaiknya kita "refered" ke orang lain. Itu
tindakan profesional. Misalnya, jika saya melihat klien ini tidak bisa
maju-maju sepanjang konseling dengan saya (konseling juga menyangkut soal
kecocokan) atau sukses konseling itu kecil, saya wajib mengarahkan dia ke
konselor lain. Ini adalah bentuk pertanggungjawaban seorang konselor. Walaupun
kita begitu tertarik pada kasusnya, janganlah merasa kecewa sekiranya kita
tidak bisa menangani dia. Dia mungkin tidak cocok dengan kita. Setiap konselor
harus memprediksi sukses suatu konseling, hingga sejauh mana bisa berhasil.
Kita harus membangun sikap profesional, bukan semata-mata karena keinginan
untuk membantu atau tertarik.
Contoh: ibnu adalah siswa kelas XI dijurusan
ipa, ketika jam sepulang sekolah ia datang ke tempat ibu arofah selaku konselor
di sekolahnya. Ia mengeluh tentang kekurang pahamannya tentang mata pelajaran
matematika. Ia sama sekali tidak paham terhadap materi matematika yang guruny
berikan padahal minggu depan adalah mid-test untuk mata pelajaran matematika.
Ibu arofah merasa bahwa masalah tersebut bukan tugasnya untuk memberikan
pemahaman kepaada ibnu tentang matematika. Ia hanya memberikan motivasi kepada
ibnu agar supaya ia tidak gampang menyerah dalam belajar matematika dan kemudia
ia menyerahkan kasus ini kepada guru mata pelajaran yang bersangkutan yang
dipandang lebih mampu menyelesaaikan masalah ibnu.
b. Mendahulukan kepentingan konseli
daripada kepentingan pribadi konselor
Dalam pelayanan bimbingan dan
konseling, seorang konselor harus berdikap profesional dalam pekerjaannya.
Sikap profesional ini diantaranya ditandai dengan mendahulukan kepentingan
pribadi konseli. Apabila konselor mendahulukan kepentingan pribadinya dibanding
kepentingan konseli, maka ia dianggap gagal menjalankan tugasnya sebagai
seorang konselor, karena ia telah melanggar salah satu aturan yang terpenting
dalam etika konseling.
Contoh: bu ida adalah seorang konselor
di SMP merpati semarang. Pada saat di sekolah, ia tiba-tiba ditelpon pihak TK
beringin yang merupakan tempat anaknya bersekolah, ia diberitahukan bahwa
putranya tiba-tiba pingsan dan badannya panas. Pada saat yang tidak begitu
lama, seorang siswi datang kepadanya dan meminta untuk sesi konseling. Dalam
keadaan demikian bu ida bingung harus menjemput putranya atau menerima klien.
Akhirnya setelah berpikir sejenak ia memutuskan untuk menerima klien tersebut
demi tuntutan profesionalitas dan meminta suaminya yang menjemput putranya.
c. Menjaga kerahasiaan konseli
Konseli menuntut dirahasiakanya
segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran
pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak
diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh
memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar
terjamin.
Contoh: pada saat jam istirahat, rita pergi
keruang BK untuk mengkonsultasikan masalahnya kepada konselor mengenai
pertengkaran orang tuanya yang sangat mengganggu rita. Setiap hari orang tua
rita beradu mulut sehingga kegiatan rita dalam belajar terganggu. Pak didik
selaku konselor menerima dan merespon keluhan rita, namun tetap menjaga
kerahasiaan masalah rita tersebut. Ia tidak menceritakan masalah rita kepada
siapapun.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Blog Archive
-
2012
(20)
-
Juli(20)
- Manfaat dan Kegunaan Blog
- Dampak Negatif Perkembangan Teknologi
- Harga BBM Naik, Kepercayaan Konsumen Bisa Turun
- Hukum Nikah Beda Agama dalam Islam dan Kristen, Sa...
- Cara Budidaya Jamur Tiram di Daerah Panas
- Pacaran Pada Remaja – Karya Ilmiah January 26, 2011
- FUNGSI FACEBOOK DAN KEGUNAAN FACEBOOK
- Fungsi,Prinsip dan Asas Bimbingan dan Konseling
- Pengertian Bimbingan Konseling
- Pengertian Bimbingan Konseling
- Polisi Ringkus Agen Judi Bola Piala Eropa
- Manfaat Olah Raga Bagi Kesehatan
- Manfaat Belajar, Sesuatu yang Sering Terlupakan
- menjadi guru bermutu dan profesional
- Menumbuhkan Sikap Disiplin Diri
- CARA MENCARI UANG DI INTERNET ( gratis )
- Orang Terpintar Di dunia
- Kompetensi Konselor Profesional
- Konselor Profesional
- CUPLIKAN BUKU : FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN
-
Juli(20)
About Me
- Unknown
Blog Archive
-
▼
2012
(20)
-
▼
Juli
(20)
- Manfaat dan Kegunaan Blog
- Dampak Negatif Perkembangan Teknologi
- Harga BBM Naik, Kepercayaan Konsumen Bisa Turun
- Hukum Nikah Beda Agama dalam Islam dan Kristen, Sa...
- Cara Budidaya Jamur Tiram di Daerah Panas
- Pacaran Pada Remaja – Karya Ilmiah January 26, 2011
- FUNGSI FACEBOOK DAN KEGUNAAN FACEBOOK
- Fungsi,Prinsip dan Asas Bimbingan dan Konseling
- Pengertian Bimbingan Konseling
- Pengertian Bimbingan Konseling
- Polisi Ringkus Agen Judi Bola Piala Eropa
- Manfaat Olah Raga Bagi Kesehatan
- Manfaat Belajar, Sesuatu yang Sering Terlupakan
- menjadi guru bermutu dan profesional
- Menumbuhkan Sikap Disiplin Diri
- CARA MENCARI UANG DI INTERNET ( gratis )
- Orang Terpintar Di dunia
- Kompetensi Konselor Profesional
- Konselor Profesional
- CUPLIKAN BUKU : FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN
-
▼
Juli
(20)
Diberdayakan oleh Blogger.
1 komentar:
maksih....infonya
Posting Komentar